Newcastle kontrak acuan amblas sebesar 0,99% pada penutupan perdagangan hari Rabu (10/10/2018) ke level US$109,85/Metrik Ton (MT). Harga si batu hitam kini sudah melemah secara 7 hari berturut-turut, sekaligus terperosok makin dalam hingga menembus level psikologis US$110/MT. Apabila ditinjau secara historis, harganya kini merupakan yang terendah dalam 4,5 bulan terakhir, atau sejak 31 Mei 2018.
Sentimen negatif utama yang menjadi pemberat harga batu bara kemarin datang dari China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara lebih jauh di sepanjang tahun 2018 ini, mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters.
Impor batu bara di sepanjang tahun 2018 ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017, dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini.
China mengimpor 199,92 juta ton batu bara pada periode Januari-Agustus 2018, atau 27,86 juta ton lebih banyak dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Artinya, Negeri Panda kini hanya punya jatah impor sebesar 63,03 juta ton untuk September-Desember 2018.
Secara rata-rata, jatah impor batu bara China "hanya" 15,76 juta ton per bulan hingga penghujung tahun ini, atau 7 juta ton lebih sedikit rata-rata impor bulanan pada 2017. Mengingat China adalah importir batu bara terbesar dunia, sentimen seretnya permintaan dari Beijing jelas menekan harga batu bara dunia.
Persepsi penurunan permintaan ke depan juga muncul akibat proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019 sebesar 3,7%. Lebih lambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%.
IMF menyebutkan faktor utama penyebab perlambatan ekonomi global adalah perang dagang AS vs China. Perang dagang diperkirakan akan mengganggu rantai pasok global. Hal ini semakin mempertegas bahwa permintaan energi dunia (termasuk batu bara) akan menipis. Akibatnya, harga batu bara tenggelam semakin dalam.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus)
No comments:
Post a Comment