Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa rasio utang masih dalam kategori aman. Hal ini mengacu kepada Undang-Undang (UU) Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003, dimana rasio utang maksimum yang diperbolehkan hingga 60%. Meskipun masih jauh dari batas maksimum yang diperbolehkan, namun rasio utang pemerintah per September merupakan yang tertinggi di tahun ini.
Bahkan nilai rasio saat ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2016, dimana rasio utang sempat menyentuh level 34,75% terhadap PDB. Tingginya utang memiliki resiko tersendiri terutama porsi utang yang didominasi dari asing.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyebut naiknya kerentanan utang global menjadi salah satu risiko besar bagi perekonomian dunia saat ini.
"Kami mencatat bahwa utang publik dan swasta telah menyentuh rekor US$182 triliun - 224% dari PDB [produk domestik bruto] global, sekitar 60% lebih tinggi dibandingkan posisi di 2007,"
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki pos utang luar negeri cukup tinggi, utamanya yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Data pemerintah per September 2018, jumlah outstanding SBN mencapai Rp 3.593,26 triliun. Sementara dari sisi porsi kepemilikan, asing masih mendominasi.
Tingginya porsi asing dibandingkan investor domestik yang menjadikan utang pemerintah beresiko. Sebab, aliran modal asing begitu rentan sehingga mengancam stabilitas nilai tukar di dalam negeri.
Sejak awal tahun, kurs rupiah telah melemah di hadapan dolar AS hingga 11,68%. Bahkan di Oktober ini, kurs rupiah telah menembus level Rp 15.200/US$
Akibat pelemahan tersebut, mau tidak mau Bank Indonesia (BI) harus melakukan intervensi diantaranya kenaikan suku bunga acuan.
Sejak April hingga September 2018, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate hingga 150 basis poin (bps). Kenaikan ini bukan tanpa risiko. Saat suku bunga acuan naik, biasanya suku bunga kredit perbankan akan naik
Kenaikan suku bunga kredit tentu bukan kabar baik bagi masyarakat, terutama dunia usaha. Rilis data survei dunia usaha triwulan III yang diterbitkan Bank Indonesia memperlihatkan terjadi perlambatan.
Perlambatan yang dimaksud tergambar dari realisasi nilai Saldo Bersih Tertimbang di kuartal III-2018 yang menurun dibandingkan periode kuartal II-2018. Saat SBT turun, mengindikasikan terjadi perlambatan ekspansi dunia usaha. Kondisi ini tentu bukan kabar baik bagi perekonomian Indonesia.
(NEXT)
(alf/dru)
No comments:
Post a Comment