Jakarta, CNN Indonesia -- Antrean korban gempa dan tsunami di Markas Komando Resor Militer (Makorem) 132/Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) masih terlihat hingga Minggu (7/10) siang. Mereka menantikan pasokan bantuan logistik makanan serta minuman untuk dibawa ke tenda pengusiannya. Salah satunya Rahman, warga pantai Barat Donggala. Ia mengaku belum menerima bantuan logistik makanan dan minuman sama sekali hingga saat ini, meskipun kendaraan pengantar bantuan logistik kerap lewat di depan lokasi tenda pengungsiannya. "Belum terima bantuan sampai hari ini. Sekarang masih menunggu. Padahal, itu kendaraan bantuan, enggak tahu dari relawan atau dari mana, sering lewat di depan (tenda pengungsian)," kata Rahman kepada CNNIndonesia.com di depan Makorem 132/Tadulako, Minggu (7/10). Penyaluran bantuan logistik menjadi salah satu hal yang banyak dikeluhkan korban gempa dan tsunami di Sulteng. Mayoritas korban yang ditemui CNNIndonesia.com mengeluhkan lambatnya pengiriman dan minimnya jumlah bantuan logistik yang diberikan. Budi, warga Desa Layana Tua, Palu mempertanyakan aliran atau persebaran bantuan logistik yang disebut mencapai ratusan miliar rupiah sebagaimana pemberitaan di sejumlah media massa. Pasalnya, ia sekeluarga dan para warga desa mengaku kesulitan mendapatkan pasokan makanan dan minuman. "Makanya saya bingung itu berita katanya ada miliaran bantuan ke sini. Tapi ke mana barangnya ya?" ucap dia saat ditemui di kediamannya, Sabtu (6/10). Keluhan serupa juga dikeluhkan oleh Leli, warga Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dia mengatakan bantuan baru sampai di lokasinya pada Sabtu (6/10). Bantuan itu pun, menurut dia, hanya terdiri dari dua bungkus mie instan dan satu kaleng ikan makerel untuk dua kepala keluarga. Menurut Leli, sebelum bantuan logistik datang, warga Dolo terpaksa mengonsumsi hasil-hasil perkebunannya masing-masing seperti ubi dan singkong untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. "Sedikit juga bantuannya. Ya sebelum itu warga sini makan hasil perkebunan saja," ungkapnya. Sri Wahyuni, warga Kecamatan Biromaru, Sigi juga mengeluhkan hal serupa. Meski telah menerima bantuan selama empat hari, dia menilai jumlah pasokan yang diberikan kepada korban masih minim. Ia juga mengeluhkan lokasi pengiriman bantuan yang kerap jauh dari tempat tinggalnya sehingga membuat pembagian tidak tersebar secara merata."Itu tadi ada kiriman bantuan, lokasinya tapi sekitar 1 kilometer. Jadi tidak sampai, palingan dapat bantuan dari relawan yang lewat saja,' ujarnya. Lebih dari itu, Sri juga mengatakan pihak kelurahan atau kecamatan belum ada yang datang untuk mengintaris jumlah warga yang memerlukan bantuan. Padahal, proses pengambilan bantuan untuk korban dan tsunami di Sulteng saat ini hanya dapat dilakukan oleh lurah, kepala desa, atau camat dengan membawa data inventaris warga dan tidak bisa dilakukan secara per orangan. "Belum ada kalau datang dari pihak pemerintah daerah." terangnya. Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menolak anggapan pemerintah terlambat dalam menangani bencana gempa dan tsunami di tiga kota/kabupaten di Sulteng yakni Palu, Sigi, dan Donggala. Menurutnya, kondisi di lokasi bencana telah berangsur pulih. "Jangan sampai ada yang mengatakan bahwa pemerintah terlambat dalam merespons kejadian bencana. Saya kira urutan itu sudah kami lakukan dan orang-orang tidak boleh mengatakan bahwa ini terlambat, itu terlambat, tidak," kata Wiranto saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, seperti dikutip dari Setkab.go.id pada Minggu (7/10). Dia juga mengatakan pemerintah ingin proses penanganan bencana bisa berjalan lebih cepat. Setelah semua bantuan mulai dari alat berat hingga teknisi datang, Wiranto menyebut wilayah-wilayah terdampak gempa dan tsunami tersebut bisa dipulihkan dengan dengan cepat. Namun begitu, ia mengaku tak seluruh lokasi bisa dipulihkan dengan alat berat, seperti Hotel Roa Roa. Pertimbangan faktor psikologis keluarga juga turut menjadi pertimbangan. "Katakan, 'Pak jangan alat berat semua, kalau ada yang masih hidup, jenazah tidak utuh?' Itu yang harus dipertimbangkan, faktor psikologis keluarga. Jangan melihat dari satu sisi saja, cepat dibongkar tapi di dalamnya ada manusia. Jadi kan harus hati-hati," ungkapnya. Pemerintah menegaskan gempa Palu tidak berstatus bencana nasional, meski penanganannya berskala nasional. Presiden Jokowi bahkan telah membuka pintu bagi negara luar yang ingin memberi bantuan sementara penanganan dan bantuan dalam negeri terus berjalan. Wakil Menteri Luar Negeri, A.M. Fachir menaksir total komitmen bantuan luar negeri untuk bencana gempa bumi sampai saat ini mencapai sekitar Rp220 miliar. "Bantuan dalam bentuk barang mungkin belum bisa dihitung nilainya. Dalam bentuk komitmen ada sekitar Rp220 miliar, ada yang sudah disalurkan langsung misalnya dari Tiongkok US$200 ribu itu langsung ditransfer ke PMI," kata Fachir di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (6/10). Fachir merinci sejumlah negara yang telah memberikan komitmen untuk membantu Indonesia menangani gempa dan tsunami di Palu serta Donggala, di antaranya Korea Selatan US$1 juta, €1,5 juta, Venezuela US$10 juta, Vietnam US$100 ribu, Laos US$100 ribu, Kamboja US$200 ribu, Jerman €1,5 juta, dan Australia Aus$500 ribu. (agi/gil) Let's block ads! (Why?) October 07, 2018 at 11:52PM via CNN Indonesia https://ift.tt/2y7bSIB |
No comments:
Post a Comment