Jakarta, CNN Indonesia -- Kecamatan Petobo, Kelurahan Sigi, Sulawesi mengalami kerusakan bangunan paling parah pasca gempa yang mengguncang Palu dan Donggala pada Jumat (28/9). Ratusan unit perumahan dan terakhir tercatat 175 orang meninggal di kawasan permukiman tersebut karena likuifaksi tanah. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho sebelumnya mengatakan bahwa banyaknya korban dan kerusakan di wilayah tersebut karena penataan tidak sesuai dengan data potensi daerah rawan. Kecamatan Petobo terletak di atas tanah yang berpotensi terkena likuifaksi jika terjadi gempa.Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhammad Sadly, mengatakan pada 2010 sebenarnya Bappenas telah mendanai penelitian untuk penataan ruang di Palu. Program kerjasama antara Pemda, UGM dan Bapennas itu diklaim telah menunjukkan wilayah mana saja yang seharusnya tidak dibangun. "Berdasarkan informasi dari kepala daerah di sana [Palu] jadi ada kegiatan yang didanai oleh pemda dengan Bappenas tahun 2010 untuk penataan ruang di Palu," kata Sadly.
"Jadi sebenarnya tata ruang itu sudah ada dan dibiayai oleh pemda ya. Sudah ada daerah ini tidak bisa dibangun sudah ditetapkan tata ruang," ucapnya. Yang menjadi masalah menurut Sadly adalah mengapa acuan itu tidak digunakan dalam pemberian izin pembangunan gedung atau permukiman penduduk. Untuk itu, dia meminta pemerintah daerah untuk memperketat perizinan. "Intinya kebijakan harus diperketat kalau sudah tahu daerah-daerah yang rawan ya jangan diizinkan untuk membangun. Karena masyarakat kan tidak tahu, saya kurang tahu juga mengapa pemda mengizinkan karena data di Palu itu sudah. BMKG juga sudah terlibat waktu itu di sana," kata dia. "Tinggal gimana kebijakan kepala daerah untuk tidak mengizinkan membangun daerah-daerah yang dinyatakan rawan sehingga kita lihat di Palu kemarin banyak korban. Ya itu tadi karena kita tidak siaga tidak menjalankan aturan-aturan sebagaimana yang sudah ditetapkan," ujarnya. Data yang Dimiliki Pemda Masih Terpisah-pisah Kepala Biro Hukum dan Organisasi BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan bahwa peta daerah rawan tidak menunjukkan secara langsung daerah mana yang rawan likuifaksi. Data itu berupa pemetaan struktur batuan seperti lembek, keras dan sebagainya. Tiap daerah disebut memiliki peta masing-masing karena struktur tanahnya memang berbeda-beda. Namun, Tirto mengakui bahwa hingga saat ini data itu belum terpetakan denga baik. "Ada [petanya] cuma belum terpetakan dengan baik, karena masih spread, terpisah-pisah. Informasinya ada terpetakan [likuifaksi] tapi bahasanya bukan daerah likuifaksi, tetapi [peta] struktur batuannya. lembek, keras dan sebagainya. Itu sudah ada," ujarnya.
Seluruh pemda telah memiliki data ini, namun kebijakan untuk memberikan izin membangun ada di masing-masing pemerintahan daerah maupun pusat."Kewenangan kami cuma satu ini ada informasi seperti ini mohon disikapi. Pemda itu sudah dapat informasi," katanya. (kst/dea) Let's block ads! (Why?) October 11, 2018 at 07:10PM via CNN Indonesia https://ift.tt/2REaZiG |
No comments:
Post a Comment