Pages

Wednesday, October 10, 2018

Pemerintah Bimbang Naikkan Harga BBM, Hati-Hati Spekulasi!

Drama kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium menjadi topik hangat sejak kemarin. Dalam jeda satu jam kebijakan sepenting menaikkan harga BBM, tiba-tiba diumumkan dibatalkan.

Pengumuman batal naiknya harga BBM Premium disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Sesuai arahan bapak Presiden rencana kenaikan harga premium di Jamali menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, secepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda dan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan PT Pertamina," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/10/2018).


Sebelumnya, di lobi hotel Sofitel Bali Menteri Jonan mengumumkan rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium, dari Rp 6.550 per liter jadi Rp 7.000 per liter.

Sikap plin-plan pemerintah ini tidak hanya menunjukkan bahwa koordinasi antar instansi pemerintah masih belum kuat, namun juga menyimpan bahaya laten berupa spekulasi yang terjadi di masyarakat. Mengapa demikian?

Pertama, perlu dicatat bahwa harga BBM jenis Premium memang sudah sulit untuk ditahan lebih lanjut. Menteri Jonan saja secara tegas sudah menyebutkan bahwa rencana kenaikan semula didorong oleh harga minyak dunia memang sudah tinggi.

Berdasarkan perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia, harga Premium sekarang sudah cukup jauh dari harga ekonomisnya saat ini. Dengan kondisi harga minyak dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini, semestinya harga jual Premium adalah Rp 8.099,2/liter. Berarti ada selisih 23,65% dari harga jual yang sekarang.

Kedua, kenaikan harga premium juga sudah lama menjadi harapan pasar, demi menyelamatkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sekaligus rupiah.

Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatat defisit US$ 8,03 miliar. Dari jumlah tersebut, US$ 2,75 miliar atau 34,23% disumbang oleh defisit di neraca migas. Neraca migas defisit karena impornya kelewat tinggi, dan itu disebabkan oleh besarnya konsumsi akibat harga BBM murah. 

Hal ini membuat rupiah kekurangan modal untuk menguat. Sebab devisa dari portofolio di pasar keuangan juga minim karena hot money terkonsentrasi ke AS akibat kenaikan suku bunga acuan. Hasilnya adalah rupiah melemah di kisaran 11% terhadap greenback sejak awal tahun.

Dengan kenaikan harga Premium, maka diharapkan konsumsinya bisa turun karena masyarakat berhemat. Saat konsumsi turun, maka impor bisa ditekan sehingga transaksi berjalan pun tidak terlalu berdarah-darah. Rupiah pun bisa lebih stabil.

Karena dua alasan di atas, masyarakat kini sudah terlanjur berspekulasi bahwa harga BBM jenis Premium pasti dikerek naik ke depannya, baik cepat maupun lambat. Terlebih, jenis BBM lainnya seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite, dan Biosolar Non PSO sudah dipastikan naik sebelumnya.

Dengan ditundanya kenaikan harga Premium, kini masyarakat seolah-olah diberi waktu untuk melakukan aksi penimbunan. Konsumen akan ramai-ramai membeli dalam jumlah banyak pada saat ini, sebelum harganya melonjak tinggi di masa depan. Hukum pasar akan berlaku.

Sepanjang sejarah RI berdiri, belum pernah ada kebijakan kenaikan harga BBM yang tiba-tiba dibatalkan seperti saat ini. Tujuannya mungkin memang untuk mencegah aksi spekulasi massal yang dijelaskan di atas.

Lantas, apa bahayanya aksi spekulasi massal? Tentu saja, dampaknya adalah kelangkaan BBM jenis Premium di masa depan. Bukan tidak mungkin ada oknum penimbun yang nantinya menjual Premium dengan harga yang jauh lebih tinggi. Akibatnya, daya beli masyarakat akan lebih tertekan dari perkiraan semula.

Belum lagi ekspektasi kenaikan harga Premium bisa berpotensi mengerek naik harga-harga sejak awal. Contohnya, biaya angkutan transportasi atau bahan-bahan pokok yang bisa segera menanjak, dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga Premium di masa depan. Akibatnya, inflasi malah sudah meningkat sebelum harga Premium benar-benar dinaikkan.

Bahaya-bahaya laten akibat kebijakan plin-plan inilah yang mesti diwaspadai pemerintah. Jangan sampai bentrok kepentingan antar pejabat negara berujung pada penderitaan rakyat..    (RHG/gus)

Let's block ads! (Why?)


October 11, 2018 at 08:05PM
via CNBC Indonesia https://ift.tt/2pLbD14
RSS Feed

If New feed item from http://ftr.fivefilters.org/makefulltextfeed.php?url=https%3A%2F%2Fwww.cnbcindonesia.com%2Frss&max=3, then Send me an e


Unsubscribe from these notifications or sign in to manage your Email Applets.

IFTTT

No comments:

Post a Comment