Jakarta, CNBC Indonesia- PT Inalum (Persero) dan PT Freeport Indonesia mendapat cecaran pertanyaan dari para anggota Komisi VII DPR. Hal ini terkait temuan dari BPK yang mengatakan ada potensi kerusakan lingkungan sebesar Rp 185 triliun. Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu mempertanyakan, apakah masalah tersebut masuk dalam pertimbangan akuisisi saham PTFI. Selain itu, dia juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan ini, dan apakah dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut juga membahas secara spesifik terkait masalah lingkungan. Dia tak ingin, masalah ini menjadi masalah ke depannya. "Perjanjian-perjanjian yang ada itu, kan lazimnya mau akuisisi ada due diligence. Apakah faktor lingkungan sudah jadi pertimbangan belum. Kedua, kalau iya, itu dipertimbangkan itu jadi beban siapa," kata dia di ruang rapat Komisi VII, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya akan kesulitan mencairkan pinjaman dana dari kreditor asing jika permasalahan lingkungan belum beres. Dampak berikutnya bisa ditebak, akan menghambat proses divestasi. "Ini tidak mungkin uang keluar kalau isu lingkungan tidak selesai. Oleh karena itu kita dorong PTFI untuk selesaikan isu lingkungan, tanpa ini diselesaikan ini sulit cairkan pendanaan dari institusi international. Kalau masih menggantung, settlement tidak jadi," ujar Budi di hadapan para anggota Komisi VII. "Lagipula IUPK juga butuh itu, KLHK harus slelesaikan itu lampiran IUPK, bank bank ini merasa nyaman kalau IUPK dan lampiran isu lingkungan selesai. Sehingga transaksi bisa selesai. Leading itu ada di Pak Tony (Wenas)," tambah Budi. Adapun, merespon hal ini, Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas menjelaskan, dalam yang dokumen yang diterbitkan dalam BPK memang waktu itu BPK menyampaikan delapan rekomendasi untuk Freeport, sementara angka Rp 185 triliun itu adalah alasan dilakukannya audit oleh BPK. [Gambas:Video CNBC] "Angka itu berdasarkan hitungan dari IPB, dan pembukaan lahan dari satelit LAPAN, jadi bukan audit yang dilakukan BPK, dan itu bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami," tutur Tony ketika dijumpai di kesempatan yang sama. Tony pun mengaku, saat ini delapan rekomendasi tersebut sudah dalam tahap penyelesaian, enam dari delapan rekomendasi sudah selesai, dan dua sisanya sedang dalam proses. "Sisa dua ini sedang dalam proses, yaitu dokumen evaluasi lingkungan hidup (DELH) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Mestinya sudah siap diterbitkan oleh KLHK, jadi saya optimistis akhir tahun proses divestasi selesai," pungkas Tony. (gus) Let's block ads! (Why?) October 18, 2018 at 01:40AM via CNBC Indonesia https://ift.tt/2ylhSgK |
No comments:
Post a Comment